Yeshua Ha Mashiah Melihat Keberadaan Wanita


Dan YAHWEH, Elohim, membentuk rusuk yang diambil-Nya dari manusia itu menjadi seorang wanita, dan membawanya kepada manusia. (Kejadian 2:22)

Pendahuluan. Artikel ini adalah bagian dari seri artikel ”Yeshua Ha Mashiah sebagai pemikir dan pengajar filosofi kehidupan bagi manusia.”
Apa yang Yeshua katakan tentang kebebasan berpendapat, kesamaan hak gaya-hidup, hak asasi wanita dan setumpuk masalah-masalah kehidupan manusia lainnya?
Yeshua hadir sebagai guru rohani, moral serta kehidupan ketika ia tepat berusia 30 tahun. Hanya tiga setengah tahun Ia mengajar dan memuridkan. Pemikiran dan ajaran-Nya saat ini berada pada posisi pertama di dunia baik dari sisi jumlah pengikut maupun aplikasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negara-negara sedang berkembang dan maju di abad modern ini.

Pada artikel ini kita akan melihat bagaimana Yeshua Ha Mashiah menilai wanita, apa yang Dia telah ajar kepada para pemikut-Nya di dalam berurusan dengan para wanita. Dan bagaimana Ia sendiri berpikir dan bertindak terhadap kaum wanita. Alkitab akan memberi jawabnya kepada kita.

PM Israel Golda MeirI. Latar belakang
Di Alkitab kita akan temukan tokoh-tokoh wanita: Sarah (isteri Abraham), Debora (nabi sekaligus hakim), Esther (ratu), Hana (ibu rumah tangga yang melahirkan nabi Samuel), Hana (nabi), Maria Magdalena dan Salome (murid-murid Yeshua)
Wanita adalah wanita di manapun ia berada, namun tradisi dan kepercayaan agama telah menjadikan keberadaan wanita menjadi puluhan sosok pribadi yang berbeda tergantung pada komunitas apa ia berada.
Dalam percakapan kita sudah terbiasa mendengar wanita diindentitaskan atau dipanggil sebagai pribadi bayangan dari pria, dan bukan dikenal atau dipanggil dengan namanya sendiri: “Ini adalah ibu Gusti Mangkunegara” (nama lengkap suaminya), ”Selamat pagi ibu Cokro;” ”Perkenalkan, ini adalah isteri dari…,” atau “anak perempuan dari …”
Pria di negara-negara tertentu diijikan secara hukum untuk praktek poligami (memiliki lebih dari satu isteri), namun sebaliknya prakek yang sama itu terlarang bagi wanita.
Wanita tidak diperkenankan membela diri terhadap pria, namun sebaliknya pria secara hukum dilayakkan untuk memukul dan membunuh isteri dan anak perempuannya dengan alasan “menjaga kehormatan nama keluarga.”
Darimanakah sesungguhnya tradisi dan hukum tersebut berasal? Benarkah Wanita tercipta semata-mata hanya bagi kebutuhan dan pemuas para pria atau laki-laki?

II. Keberadaan Wanita pada masa Yunani kuno
”Akar-akar misogyny Barat [ketakutan dan kebencian akan para wanita] mundur ke … dokumen tertua dalam literatur orang Eropa,” Eva Cantarella[1]

Bangsa Yunani dikenal sebagai contoh model dari kehidupan bermasyarakat, demokrasi dan modernisasi; bangsa Romawi pun belajar banyak dan mengadopsi hampir segala cara hidup dan Tentara Wanita NATO menyapa wanita Afganistanpikir bangsa Yunani, fakta adalah sekalipun Kerajaan Romawi telah menggantikan Kerajaan Yunani di negara-negara sekitar Laut Mediterania, bahasa resmi Kerajaan Romawi di negara-negara jajahannya tetaplah bahasa Yunani. Namun bagaimana kondisi wanita di Yunani sebelum Injil diberitakan?
Eva bukan merefer kepada Plato (428-348 BC) maupun Socrates gurunya Plato, tokoh-tokoh Yunani yang dikenal dunia sebagai para filsafat terbesar Eropa, tetapi jauh lebih kuno, yakni Homer, yang Plato gambarkan sebagai ”guru pertama” dan ”pemimpin budaya Yunani.” Homer adalah seorang penyair yang menulis 800 tahun sebelum Yeshua Ha Mashiah hadir di bumi. Homer melandaskan fondasi-fondasi kepercayaan bagi masyarakat Yunani.Dalam Iliad, ia menyatakan para wanita adalah penyebab semua konflik dan penderitaan, dan harus dijaga di dalam rumah[2]
Pada masa kuno, seorang filsafat adalah indentik dengan seorang penyair. Dari Homer lahirlah ”pemikiran-pemikiran” (puisi-puisi) Yunani kuno lainnya tentang keberadaan Wanita, seperti: ”para wanita berasal dari benih seorang wanita jahat bernama Pandora, yang dikutuki oleh Zeus” (Hesiodos); “Para wanita adalah inferior terhadap kebaikan pria-pria,” (Plato); “Pria secara alami superior dan wanita inferior, pria memerintah dan wanita tunduk,” (Aristotle); sementara Demosthenes (sejaman dengan Aristotle) yang duniawi mengajar, “Para pembantu wanita dipelihara demi kepuasan, para selir untuk …, tetapi para isteri untuk membawa anak-anak legal kita.” Surat rasul Paulus[3] kepada jemaat Kristen di Roma melukiskan bagaimana penduduk Roma saat itu telah juga tercemar filosofi kuno Yunani ini, baca Roma pasal 1 dan perhatikan ayat 27-32.

Baca lebih lanjut