Penyegelan rumah-rumah ibadah di Bekasi. Memalukan Negara Pancasila!


Pemerintah Bekasi menyegel tempat ibadah umat HKBPPenutupan rumah ibadah Kristen. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi yang melakukan penyegelan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang terletak di Jl. MT. Haryono Gang Wiryo, Desa Tamansari, Kecamatan  Setu, Kabupaten Bekasi.

Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH), Bahrain SH megecam tindakan Pemkab tersebut, berkata: “Dengan dalih belum mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan alasan yang selama ini digunakan pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan diskriminasi seperti penyegelan atau penutupan Gereja HKBP Setu ini.”

Di banyak daerah berdasarkan data YLBHI, kelompok-kelompok minoritas agama ketika mendirikan rumah ibadah selalu dipersulit dalam mendapatkan IMB, seperti GKI Yasmin dan 7 Gereja di Rancaekek Bogor, 5 Gereja di Malang Selatan, 17 Gereja di Aceh, belum lagi dengan kelompok-kelompok agama minoritas lainnya.

Dasar penyegelan tempat ibadah:
Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor  9 Tahun 2006 dan Nomor  8 Tahun 2006  – Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Perda No.6 Tahun 2011 dan Perwal No.16 Tahun 2006

Penutupan tempat ibadah Islam Ahmadiyah.  Mesjid Ahmadiyah di Jalan Terusan Pangrango Nomor 44, Jatibening Baru, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/4/2013) malam.
Deden Sujana, Ketua Kemanan Nasional Jemaat Ahmadiyah mengatakan, penutupan masjid itu dianggap tidak adil,  “Tak ada poin di SKB yang menyebut masjid bisa disegel. Kalau Fatwa MUI, itu bukan lembaga resmi negara. Apalagi Pergub, tak ada yang mengatur sampai penyegelan. Kita harusnya jangan keluar dari SKB,” ujar Deden saat ditemui Kompas.com, Kamis (4/4/2013). Perintah larangan beribadah Jemaat Ahmadiyah di Bekasi

Dasar penyegelan tempat ibadah:
SKB Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008, Kep-033/A/JA/6/2008 ;
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/Munas VII/MUI/15/ 2005 ;
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 40 Tahun 2011 (Bab IV Pasal 4).

Bahrain SH, sebagai direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, sehubungan dengan penyegelan rumah ibadah yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan seperti tertulis pada Undang Undang Dasar 1945 (pedoman utama dasar Negara Indonesia) mengingatkan pemerintah daerah Bekasi (dalam hal ini):

  1. “seharusnya memberikan kemudahan serta fasilitasi agar proses pengurusan IMB bagi pembangunan rumah ibadah dapat berjalan dengan baik agar tidak menyulitkan Jemaat Gereja HKBP Setu atau kelompok minoritas agama lainnya untuk menjalankan kegiatan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya.
  2. “secara terus-menerus mengembangkan serta menjalankan program-program yang diarahkan pada tujuan perwujudan kerukunan hidup antar umat beragama di Kabupaten Bekasi, agar terbangun harmonisasi serta sikap perilaku saling menghormati di dalam menjalankan hak dan kebebasan beragama atau berkeyakinan di antara seluruh warga masyarakat,”

Komentar: Setiap kali saya menghadiri perayaan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus, pembacaan UUD 1945 dan Pancasila, seperti ”Ketuhanan Yang Maha Esa” – kebebasan menjalankan ibadah sesuai kepercayaan dan tidak memaksakan. ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” – (menghormati hal-hak orang lain tidak memeras orang lain, serta kalimat “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan membuat saya bangga menjadi orang Indonesia – saya percaya Anda juga! Namun melihat kenyataan – 67 tahun Indonesia telah merdeka – sekejap saya mengingat kenyataan sehari-hari kebanggaan tersebut berubah menjadi rasa malu dan kepedihan hati yang dalam yang membuat air mata mengalir. Pengerusakan dan penutupan rumah ibadah tetap berlangsung sampai hari ini!!, dari periode 2004 sampai 2010 saja telah sebanyak 2.442 gedung gereja dirusak dan ditutup.

Sepertinya negara Indonesia ini hanyalah milik orang Islam Sunni saja, seperti di Pakistan; hak beribadah dan kemakmuran tersebut hanya untuk jemaat Islam Sunni saja; ini sungguh memalukan bangsa Indonesia khususnya aparat pemerintah Indonesia yang adalah wakil rakyat yang resmi. Sehingga mereka yang duduk di pemerintahan bisa membuat hukum dan peraturan yang hanya menguntungkan umat Sunni, di luar Islam Sunni dilabelkan sebagai “SESAT.” Apakah praktek bom bunuh diri yang dilakukan oleh Islam Sunni tidak sesat? Orang Ahmadiyah, yang dilabelkan sesat oleh Islam Sunni, saja mengerti bahwa praktek bom bunuh diri itu sungguh sesat.

Penutupan rumah-rumah ibadah Kristen, Ahmadiyah dan kepercayaan lainnya (seperti Budha dan Hindu dan Islam Shia – dikemudian hari)  di dasari atas tekanan para pemimpin agama Islam Sunni (MUI, FBI dan ormas Islam Sunni lainnya) kepada pemerintah Negara Indonesia.

Permohonan doa: Berdoalah agar aparat Pemerintah Indonesia terbebas dari rasa takut  ancaman para Islam radikal. Kita harus menyerukan kepada musuh-musuh bangsa dan negara Indonesia: “Sekali merdeka tetap merdeka! Hancurlah musuh-musuh UUD 1945 dan Pancasila!!

Bacaan berkait:

Referensi:

Artikel ini boleh dipakai, namun sertakan alamat situsnya https://senjatarohani.wordpress.com/.  Hargailah karya tulis orang lain. Salam dan terima kasih, Senjata Rohani’s Weblog

2 Tanggapan

  1. Setiap orang percaya harus bersyukur terhadap peristiwa apapun di dalam dunia ini yang dialaminya, karena itu sesuai dengan Firman Tuhan…(…Bersyukurlah dalam segala hal..1 Tes 5:18) kalau kita atau saudara kita atau bangunan rumah atau tempat Ibadah mendapat perlakuan yang tidak wajar atau aniaya, itu artinya Firman Tuhan digenapi dalam hidup kita, untuk itu kita harus bersyukur walaupun harus dibayar dengan keringat, airmata dan darah sekalipun, yang tertumpah…..ucapkan syukur dengan keras kepada Bapa di sorga sehingga orang-orang sekitar melihat bahwa kita tidak rugi atau dendam tetapi sebaliknya bersyukur….karena takaran bagi orang percaya adalah lebih dari sekedar takaran atau ukuran manusia, mengapa…? karena yang jadi standar iman orang percaya adalah kehidupannya dalam Yesus Tuhan, memang kita masih hidup dalam dunia dan tidak lepas dari standar dunia atau manusia. (Kalau ukuran manusia …jika seseorang dianiaya maka orang tersebut bisa melapor pada pihak berwajib dan orang yang dianiaya akan mendapat pembelaan secara hukum, beda dengan orang percaya,,,jika dianiaya maka harus bersyukur dan mengampuni orang yang menganiaya dan pembalasan adalah haknya Tuhan….) tapi apakah orang-orang percaya pada umumnya akan memakai standar yang lebih dari manusia atau benar-benar standar manusia….? Tuhan menginginkan semua orang-orang percaya memuliakan Dia ketika Firman Tuhan digenapi dalam kehidupan orang-orang percaya…

    • Salam sejahtera Ekshanto. Saya 100% setuju dengan Anda. Terbukti aniayalah yang membuat Gereja di Indonesia bertumbuh subur apalagi sejak para misionari asing ditentang keluar dari bumi Indonesia di tahun 1987.
      Kepada DIA kita mengucap syukur atas segala perkara, dan melalui hikmat, pengertian dan pengetahuan-Nya kita bekerja untuk meneggakkan keadilan dan kebenaran – inilah tugas Gereja di bumi: menjadi terang dan garam – sehingga kita menggenapi Firman-Nya “Bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan YAHWEH, seperti air menutupi dasar lautan. (Habakkuk 2:14). YBU.

Tinggalkan Balasan ke Ekshanto Batalkan balasan